Kota Bogor, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 54 km sebelah selatan Jakarta, dan
wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Luasnya 21,56 km², dan jumlah penduduknya 834.000
jiwa (2003). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri
atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan.
Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari
penobatan Prabu Siliwangi sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.
Bogor telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Disinilah berbagai lembaga dan
balai-balai penelitian pertanian nasional berdiri. Institut Pertanian Bogor yang telah ada sejak awal abad ke-20 telah ikut
membawa harum nama bogor hingga mancanegara.
Letak
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-
rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km.
Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,5 km² dan mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah
permukaan dataran, yaitu: Ci (Sungai) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi, dan Ci Balok. Topografi
yang demikian menjadikan Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir alami.
Kota Bogor berbatasan dengan kecamatan-kecamatan dari Kabupaten Bogor sebagai berikut:
* Utara: Kecamatan Sukaraja, Bojonggede, dan Kemang
* Timur: Kecamatan Sukaraja dan Ciawi
* Selatan: Kecamatan Cijeruk dan Caringin
* Barat: Kecamatan Kemang dan Dramaga
Iklim, topografi dan geografi
Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara
rata-rata setiap bulannya adalah 26°C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Bogor
adalah 21,8°C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin
muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat.
Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30%.
Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm
dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan
Gunung Gede sehingga sangat kaya akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air
masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap air langsung terkondensasi dan
menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di kota ini dalam setahun (70%) sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan
iklim lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat penelitian
botani dan pertanian, yang diteruskan hingga sekarang.
Kedudukan geografi Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota
negara, Jakarta, membuatnya strategis dalam perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kebun Raya dan
Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak/Cianjur juga
merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.
Sejarah
Abad kelima
Bogor ditilik dari sejarahnya adalah tempat berdirinya kerajaan pertama yang dikenal di Indonesia - Kerajaan Hindu
Tarumanagara di abad kelima. Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama
dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap
ancaman serangan, dan disaat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada
sentra-sentra perdagangan saat itu. Namun hingga kini, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa erkeolog
ternam seperti Prof. Uka Tjandrasasmita, keberadaan tepat dan situs penting yang menyatakan eksistensi kerajaan
tersebut, hingga kini masih belum ditemukan bukti otentiknya.
Kerajaan Pajajaran
Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Bogor tentang kerajaan-kerajaan yang silam, salah satu prasasti tahun
1533, menceritakan kekuasaan Raja Prabu Surawisesa dari Kerajaan Pajajaran, salah satu kerajaan yang paling
berpengaruh di pulau Jawa. Prasasti ini dipercayai memiliki kekuatan gaib, keramat dan dilestarikan hingga sekarang.
Pakwan yang merupakan ibu kota pemerintahan Kerajaan Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat
pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) yang dinobatkan pada 3 Juni 1482.
Hari penobatannya ini diresmikan sebagai hari jadi Bogor pada tahun 1973 oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor, dan
diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.[1]
Zaman Kolonisasi
Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali setelah pada
ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti
Batu Tulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di
Kota Bogor.
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan
pembangunan Jalan Raya Daenless yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai
sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini,
wilayah Bogor pun mulai berkembang.
Setahun kemudian, pada tahun 1745, Van Imhoff menggabungkan 9 distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas,
Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut
Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di kawasan itu Van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur
Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna,
Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, Puncak Gunung Salak, dan Puncak Gunung Gede.
Kebun Raya Bogor
Ketika VOC bangkrut pada awal abad kesembilan belas, wilayah nusantara dikuasai oleh Inggris di bawah
kepemimpinan Gubernur Jendral Thomas Rafless yang merenovasi Istana Bogor dan membangun tanah di sekitarnya
menjadi Kebun Raya (Botanical Garden). Di bawah Rafless, Bogor juga ditata menjadi tempat peristirahatan yang
dikenal dengan nama Buitenzoorg yang diambil dari nama salah satu spesies palem.
Hindia Belanda
Setelah pemerintahan kembali kepada pemerintah Belanda pada tahun 1903, terbit Undang-Undang Desentralisasi
yang menggantikan sistem pemerintahan tradisional dengan sistem administrasi pemerintahan modern, yang
menghasilkan Gemeente Buitenzoorg.
Pada tahun 1925, dibentuk provinsi Jawa Barat (propince West Java) yang terdiri dari 5 karesidenan, 18 kabupaten dan
kotapraja (staads gementee). Buitenzoorg menjadi salah satu staads gementee.
Zaman Jepang
Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Kota Bogor menjadi lemah setelah pemerintahan
dipusatkan pada tingkat karesidenan.
Pasca kemerdekaan
Pada tahun 1950, Buitenzorg menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 16 tahun 1950[2].
Pada tahun 1957, nama pemerintahan diubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai Undang-Undang nomor 1 tahun
1957[3].
Kota Praja Bogor berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor, dengan Undang-Undang nomor 18 tahun
1965[4] dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974[5].
Kotamadya Bogor berubah menjadi Kota Bogor pada tahun 1999 dengan berlakunya Undang-Undang nomor 22tahun
1999[6].
wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Luasnya 21,56 km², dan jumlah penduduknya 834.000
jiwa (2003). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri
atas 6 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 68 kelurahan.
Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari
penobatan Prabu Siliwangi sebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.
Bogor telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Disinilah berbagai lembaga dan
balai-balai penelitian pertanian nasional berdiri. Institut Pertanian Bogor yang telah ada sejak awal abad ke-20 telah ikut
membawa harum nama bogor hingga mancanegara.
Letak
Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”BT - 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS serta mempunyai ketinggian rata-
rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dengan jarak dari ibu kota kurang lebih 60 km.
Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118,5 km² dan mengalir beberapa sungai yang permukaan airnya jauh di bawah
permukaan dataran, yaitu: Ci (Sungai) Liwung, Ci Sadane, Ci Pakancilan, Ci Depit, Ci Parigi, dan Ci Balok. Topografi
yang demikian menjadikan Kota Bogor relatif aman dari bahaya banjir alami.
Kota Bogor berbatasan dengan kecamatan-kecamatan dari Kabupaten Bogor sebagai berikut:
* Utara: Kecamatan Sukaraja, Bojonggede, dan Kemang
* Timur: Kecamatan Sukaraja dan Ciawi
* Selatan: Kecamatan Cijeruk dan Caringin
* Barat: Kecamatan Kemang dan Dramaga
Iklim, topografi dan geografi
Kota Bogor terletak pada ketinggian 190 sampai 330m dari permukaan laut. Udaranya relatif sejuk dengan suhu udara
rata-rata setiap bulannya adalah 26°C dan kelembaban udaranya kurang lebih 70%. Suhu rata-rata terendah di Bogor
adalah 21,8°C, paling sering terjadi pada Bulan Desember dan Januari. Arah mata angin dipengaruhi oleh angin
muson. Bulan Mei sampai Maret dipengaruhi angin muson barat.
Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0–15% dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15–30%.
Jenis tanah hampir di seluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm
dan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Bogor terletak pada kaki Gunung Salak dan
Gunung Gede sehingga sangat kaya akan hujan orografi. Angin laut dari Laut Jawa yang membawa banyak uap air
masuk ke pedalaman dan naik secara mendadak di wilayah Bogor sehingga uap air langsung terkondensasi dan
menjadi hujan. Hampir setiap hari turun hujan di kota ini dalam setahun (70%) sehingga dijuluki "Kota Hujan". Keunikan
iklim lokal ini dimanfaatkan oleh para perencana kolonial Belanda dengan menjadikan Bogor sebagai pusat penelitian
botani dan pertanian, yang diteruskan hingga sekarang.
Kedudukan geografi Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya yang dekat dengan ibukota
negara, Jakarta, membuatnya strategis dalam perkembangan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi. Kebun Raya dan
Istana Bogor merupakan tujuan wisata yang menarik. Kedudukan Bogor di antara jalur tujuan Puncak/Cianjur juga
merupakan potensi strategis bagi pertumbuhan ekonomi.
Sejarah
Abad kelima
Bogor ditilik dari sejarahnya adalah tempat berdirinya kerajaan pertama yang dikenal di Indonesia - Kerajaan Hindu
Tarumanagara di abad kelima. Beberapa kerajaan lainnya lalu memilih untuk bermukim di tempat yang sama
dikarenakan daerah pegunungannya yang secara alamiah membuat lokasi ini mudah untuk bertahan terhadap
ancaman serangan, dan disaat yang sama adalah daerah yang subur serta memiliki akses yang mudah pada
sentra-sentra perdagangan saat itu. Namun hingga kini, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh beberapa erkeolog
ternam seperti Prof. Uka Tjandrasasmita, keberadaan tepat dan situs penting yang menyatakan eksistensi kerajaan
tersebut, hingga kini masih belum ditemukan bukti otentiknya.
Kerajaan Pajajaran
Di antara prasasti-prasasti yang ditemukan di Bogor tentang kerajaan-kerajaan yang silam, salah satu prasasti tahun
1533, menceritakan kekuasaan Raja Prabu Surawisesa dari Kerajaan Pajajaran, salah satu kerajaan yang paling
berpengaruh di pulau Jawa. Prasasti ini dipercayai memiliki kekuatan gaib, keramat dan dilestarikan hingga sekarang.
Pakwan yang merupakan ibu kota pemerintahan Kerajaan Pajajaran diyakini terletak di Kota Bogor, dan menjadi pusat
pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji I Pakuan Pajajaran) yang dinobatkan pada 3 Juni 1482.
Hari penobatannya ini diresmikan sebagai hari jadi Bogor pada tahun 1973 oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor, dan
diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.[1]
Zaman Kolonisasi
Setelah penyerbuan tentara Banten, catatan mengenai Kota Pakuan hilang, dan baru ditemukan kembali setelah pada
ekspedisi Belanda yang dipimpin oleh Scipio dan Riebeck pada tahun 1687. Mereka melakukan penelitian atas Prasasti
Batu Tulis dan beberapa situs lainnya, dan menyimpulkan bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran terletak di
Kota Bogor.
Pada tahun 1745, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan
pembangunan Jalan Raya Daenless yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Bogor direncanakan sebagai
sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal. Dengan pembangunan-pembangunan ini,
wilayah Bogor pun mulai berkembang.
Setahun kemudian, pada tahun 1745, Van Imhoff menggabungkan 9 distrik (Cisarua, Pondok Gede, Ciawi, Ciomas,
Cijeruk, Sindang Barang, Balubur, Dramaga dan Kampung Baru) ke dalam satu pemerintahan yang disebut
Regentschap Kampung Baru Buitenzorg. Di kawasan itu Van Imhoff kemudian membangun sebuah Istana Gubernur
Jenderal. Dalam perkembangan berikutnya, nama Buitenzorg dipakai untuk menunjuk wilayah Puncak, Telaga Warna,
Megamendung, Ciliwung, Muara Cihideung, Puncak Gunung Salak, dan Puncak Gunung Gede.
Kebun Raya Bogor
Ketika VOC bangkrut pada awal abad kesembilan belas, wilayah nusantara dikuasai oleh Inggris di bawah
kepemimpinan Gubernur Jendral Thomas Rafless yang merenovasi Istana Bogor dan membangun tanah di sekitarnya
menjadi Kebun Raya (Botanical Garden). Di bawah Rafless, Bogor juga ditata menjadi tempat peristirahatan yang
dikenal dengan nama Buitenzoorg yang diambil dari nama salah satu spesies palem.
Hindia Belanda
Setelah pemerintahan kembali kepada pemerintah Belanda pada tahun 1903, terbit Undang-Undang Desentralisasi
yang menggantikan sistem pemerintahan tradisional dengan sistem administrasi pemerintahan modern, yang
menghasilkan Gemeente Buitenzoorg.
Pada tahun 1925, dibentuk provinsi Jawa Barat (propince West Java) yang terdiri dari 5 karesidenan, 18 kabupaten dan
kotapraja (staads gementee). Buitenzoorg menjadi salah satu staads gementee.
Zaman Jepang
Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, pemerintahan Kota Bogor menjadi lemah setelah pemerintahan
dipusatkan pada tingkat karesidenan.
Pasca kemerdekaan
Pada tahun 1950, Buitenzorg menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 16 tahun 1950[2].
Pada tahun 1957, nama pemerintahan diubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai Undang-Undang nomor 1 tahun
1957[3].
Kota Praja Bogor berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor, dengan Undang-Undang nomor 18 tahun
1965[4] dan Undang-Undang nomor 5 tahun 1974[5].
Kotamadya Bogor berubah menjadi Kota Bogor pada tahun 1999 dengan berlakunya Undang-Undang nomor 22tahun
1999[6].
Posting Komentar